Latar Belakang
Secara ilmiah bahasa Kupang (Melayu-Kupang) adalah suatu bahasa kriol, yakni bahasa yang dihasilkan melalui proses kriolisasi dengan banyak kata pinjaman dari bahasa lokal di pulau Timor dan sekitarnya. Dengan demikian, Bahasa Kupang bukanlah dialek dari bahasa Indonesia, bukan bahasa Indonesia yang ‘rusak’ dan bukan ‘slang’.
Bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa resmi pada abad ke-20. Bahasa Indonesia berdasar pada jenis bahasa Melayu yang dipakai oleh penutur asli dalam bidang pemerintahan dan sastra di sekitar keraton-keraton Riau dan Johore pada abad-abad lalu (Moeliono 1986, Abas 1987). Bahasa Kupang juga berdasar pada bahasa Melayu, tetapi dari jenis bahasa Melayu dan pola penggunaannya yang berbeda (C. Grimes 1996). Bahasa Kupang mulai berkembang sebagai bahasa perdagangan dan bahasa antar suku yang didatangkan beberapa abad yang lalu dari nusantara bagian barat oleh para pedagang. Sebagian besar pelayar dan pedagang tersebut merupakan penutur asli bahasa Jawa & Makasar namun menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa kedua (B. D. Grimes 1991).
Pada waktu bahasa Melayu didatangkan ke wilayah pulau Timor dan sekitarnya, orang setempat mulai menggunakan bahasa Melayu walaupun tidak memakainya secara sempurna. Pada saat itu, proses kriolisasi mulai mengubah bahasa Melayu yang dipakai di Kupang dan disekitarnya, hingga kini bahasa Kupang digunakan oleh orang-orang yang lahir dan besar di Kupang dan sekitarnya sebagai bahasa ibu atau bahasa pertama mereka.
Kecintaan akan bahasa Kupang ini, mulai diperjuangkan untuk menjadi bahasa tulisan agar dapat diwariskan ke generasi penerus. Proses ini mulai digumuli dengan serius oleh mendiang Pdt. Max Jacob dan selanjutnya diteruskan oleh mendiang Dra. June A. Jacob, MA melalui berbagai usaha dan terobosan-terobosan yang ia lakukan termasuk penerjemahan Alkitab bahasa Kupang.
Hingga kini, rasa cinta akan bahasa Kupang semakin meningkat. Akan tetapi, perkembangan teknologi yang berkembang cepat juga menjadi ancaman bagi generasi muda saat ini atau generasi Post Gen Z1. Selain itu, lagu-lagu rohani melayu Papua, melayu Ambon juga sangat mendominasi di Nusa Tenggara Timur. Hal ini diakibatkan lagu-lagu dalam bahasa Kupang sangat kurang sehingga lagu- lagu Maluku dan Papua yang sering dipakai dalam berbagai kegiatan dan ibadah.
Berdasarkan hal tersebut, Unit Bahasa & Budaya GMIT (UBB-GMIT) ingin meningkatkan kecintaan anak-anak muda akan bahasa Kupang dengan mengadakan Lomba Cipta Lagu Rohani Bahasa Kupang dengan Tema “Angka Puji sang Tuhan Allah” (Kolose 3:16). Dengan demikian, adanya lomba ini dapat mewadahi bakat dan minat anak- anak muda khususnya yang ada di Kota Kupang dalam menghasilkan karya lagu dan menumbuhkan kecintaan terhadap bahasa ibu.